MENCIPTAKAN PENDIDIKAN YANG ISLAMIYAH
Wednesday, July 3, 2013
0
comments
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia. Pendidikan merupakan sebuah lembaga yang mempunyai beberapa fungsi yakni fungsi manifes (nyata) dan fungsi laten (tidak nyata). Sementara itu, David Poepenoe (1971) menyatakan fungsi pendidikan itu ada empat yakni, (1) fungsi transmisi (pemindahan) kebudayaan masyarakat yang disesuaikan dengan lokasi dan kondisi masyarakat, (2) memilih dan mengajarkan peranan sosial serta menjamin adanya integrasi sosial, (3) pendidikan berfungsi untuk mengajarkan corak kepribadian, dan (4) sumber inovasi sosial dengan diperkenalkannya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) melalui pendidikan.
Jelas bahwa pendidikan merupakan komponen terpenting dalam pembentukan kepribadian seorang individu untuk dapat diterima dalam kelompoknya. Telah banyak kita dapatkan anggapan dalam masyarakat luas orang yang mengenyam pendidikan formal mempunyai pretise yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak berpendidikan formal. Oleh sebab itu, pendidikan sangat perlu di sosialisasikan sejak dini. Baik secara formal ataupun non-formal.
Tahap perkembangan seorang individu mulai awal, tahap persiapan, tahap pematangan hingga tahap yang paling kompleks saat di mana seorang telah mampu menerima nilai dan norma dari hasil sosialisasinya, seorang itu harus benar-benar terdidik sesuai dengan kebudayaan yang berlaku dalam masyarakat di mana ia tinggal dan tentunya kebudayaan yang secara global sehingga tidak menimbulkan sikap etnosentrisme (menganggap kebudayaannya paling baik) yang berlebihan.
Di sini peran keluarga batih yaitu ayah dan ibu, serta keluarga terdekat sangat berperan penting dalam pembekalan awal untuk mendidik anak menjadi individu yang dapat diterima dalam masyarakatnya. Anak dikenalkan nilai-nilai yang baik dan buruk sehingga tidak salah dalam bergaul. Hingga anak beranjak ke usia sekolah, anak mulai dikenalkan hal-hal baru sehingga anak benar-benar belajar mandiri. Tidak ada hak istimewa seperti apa yang ia dapatkan di rumah. Semua murid tentunya akan diberlakukan sama dalam suatu ruang kelas oleh gurunya.
PERMASALAHAN
Aceh merupakan wilayah Indonesia yang menganut kuat Syari’at Islam. Syari’at Islam itu sendiri sudah berlaku sejak lama. Namun dengan fenomena-fenomena yang sering terjadi pada masyarakat Aceh saat ini. Aceh masih benar-benar harus mengintrofeksi apakah Syari’at Islam itu benar-benar berjalan sesuai kaidah-kaidah keislaman. Setidaknya sejak usia dini anak-anak yang tinggal di Aceh sudah dikenalkan dengan ilmu agama. Karena di Aceh sendiri terkenal dari pelosok Gampong sampai kota yang namanya istilah “Jak Beut” atau yang dapat saya pahami yakni pergi mengaji. Secara otomatis anak-anak di Aceh mempunyai pengenalan ilmu Islam yang lebih dibandingkan daerah-daerah lain.
Tetapi kenyataannya begitu banyak polemik yang terjadi di dunia pendidikan Aceh yang tidak sesuai dengan syariat dan tidak kalah buruknya dengan daerah-daerah lain. Seperti kasus tawuran pelajar, merebaknya Narkoba di kalangan pelajar, serta perkumpulan anak Punk beberapa waktu lalu juga menjerat pelajar-pelajar ikut termasuk ke dalamnya. Hal inilah yang harus diperhatikan oleh semua kalangan baik itu orang tua, guru, sampai pada pembuat kebijakan yang duduk di kursi pilihan rakyat yaitu pemerintah.
Jika saya melihat dari pengalaman saya mengajar di beberapa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Banda Aceh saya dapat menyimpulkan kondisi pendidikan itu masih sangat jauh dari harapan yang ingin dicapai dan masih sangat jauh dari nilai-nilai keislaman, jika dilihat dari tingkah laku para siswa-siswi yang ada. Dan harapan itu juga sangat jauh dari apa yang diungkapkan oleh David Poepenoe bahwa fungsi pendidikan itu membentuk kepribadian seseorang. Nyatanya kepribadian itu banyak terbentuk ke arah yang masih sangat jauh dari kata baik.
Mengapa bisa terjadi seperti itu? Apa yang salah dengan pendidikan di Aceh? Inilah pertanyaan yang muncul dalam benak saya bahkan mungkin siapa saja jika melihat kondisi pelajar yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang seharusnya. Masalahnya simpel saja, sekarang ini memang benar-benar terjadi dekadensi (penurunan) moral di mana seorang siswa tidak lagi menghargai seorang guru. Saya kira ini wajar terjadi. Faktor yang mendasari terjadinya seperti itu juga disebabkan oleh guru-guru yang sudah tidak lagi menjadi cerminan yang ideal bagi murid-muridnya.
Saya berani mengambil kesimpulan seperti di atas, karena inilah realitanya sekarang. Guru-guru yang prihatin terhadap kondisi nilai dan kondidi psisikis maupun mentalitas anak didiknya sangat sedikit sekali. Guru-guru sekarang lebih sibuk memikirkan produk rumah tangga yang terbaru, mode pakaian dari baju, sepatu hingga hijab serta sibuk dengan gosib-gosib selebriti yang sedang hot. Itu realitanya jika guru-guru sedang berkumpul. Sehingga tidak lagi memperhatikan kondisi siswa, saat masuk kelas hanya memberi catatan. Kemudian keluar inilah yang banyak terjadi.
Tentunya hal di atas berdampak buruk bagi sikap siswa. Guru beranggapan ini adalah hal yang sepele lebih parahnya lagi ia berpikir inilah kurikulum yang ditetapakan dimana murid yang harus lebih aktif sehingga guru tidak perlu lagi sibuk-sibuk memberi materi. Pemikiran itulah yang salah kaprah. Walaupun kurikulum mengharuskan siswa yang lebih aktif tetapi siswa itu butuh bimbingan seorang guru karena syarat menuntut ilmu yang di ungkapkan imam al-Ghazali salah satunya yakni adanya guru sehingga murid tidak menerima mentah-mentah infomasi yang didapatnya dari internet atau sumber-sumber lain seperti Koran dan sebagainya. Guru adalah fasilitator bagi siswa bukan hanya sebatas dalam kegiatan belajar mengajar melainkan sebagai pembentukan kepribadian yang baik.
Itulah potret pendidikan yang terlihat secara kasat mata. Betapa buruknya sistem yang berjalan di dunia pendidikan formal di Aceh. Sehingga tidak salah jika banyak kelakuan pelajar di luar batas apa yang kita harapakan dengan titel Syariat Islam di Aceh. Masalah-masalah itu timbul sebagai fenomena bukan semata pada pendidikan formal yang tidak tepat guna. Faktor lain yang mengakibatkan mengapa bisa terjadi kenakalan remaja itu ada pada masalah internal seorang anak itu sendiri. Yakni keluarga, bagaimana kondisi keluarga tersebut. Karena banyak kasus-kasus yang terjadi pada remaja disebabkan oleh kondisi keluarga yang tidak lagi harmonis atau kurangnya perhatian keluarga terhadap anaknya. Sehingga pendidikan itu benar-benar harus dimulai dari keluarga.
Orang tua yang sangat sibuk dengan pekerjaan masing-masing sehingga tidak lagi sempat atau tidak lagi peduli dengan kondisi anak. Padahal dalam Islam sudah diatur segala urusan itu dengan baik. Namun terkadang kita tidak mentaatinya dengan benar. Banyak para wanita yang meminta haknya dengan menuntut persamaan gender sehingga bisa bekerja di luaran bahkan lebih hebat dari para suaminya. Dalam surah Al-Baqarah ayat 223 telah dijelaskan oleh Allah, yang artinya kurang lebih “Dan kewajiban Ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf”. Artinya apa, bahwa kaum lelakilah yang mencari nafkah untuk seorang wanita dan tugas wanita adalah untuk mengurusi rumah dan mendidik anak-anaknya. Tetapi, kebanyakan sekarang atas alasan tidak mencukupi kebutuhan seorang istri pun bekerja melampaui batas-batas syariah yang ditentukan dalam Al-Qur’an sehingga pendidikan anak-anaknya menjadi terabaikan. Sehingga banyak anak-anak yang sudah kehilangan kasih sayang seorang ibu. Terutama fenomena ini terjadi di kota-kota dan terjadi pada orang yang boleh kita katakan berlebih secara materil.
Kasus ini terlihat dari beberapa anak sekolah dasar di dalam bimbingan belajar tempat saya mengajar. Saya melontarkan beberapa pertanyaan yang simpel. Tetapi ini dapat menjadi gambaran betapa anak itu tidak lagi butuh ibu atau ayahnya dalam setiap permasalahan yang terjadi pada dirinya sehingga hal-hal di luar bataspun dapat dilakukannya. Saat itu saya bertanya : “saat adik-adik punya masalah di sekolah atau dengan teman apa yang adik-adik lakukan?” satu per satu mereka menjawab dan jawabannya semua sama yakni “mengurung diri di kamar atau bermain seharian di luar rumah tanpa menceritakan masalah yang terjadi” sungguh miris orang tua tidak lagi dijadikan sandaran curahan hati saat anak-anak punya masalah.
Yang menjadi pertanyaan saya pada masalah-masalah yang sering terjadi di Aceh ini sebenarnya di mana fungsi Syariat Islam itu sebagai kontrol sosial yang benar-benar efektif untuk dijadikan sebuah alat yang mampu menggerakan dunia pendidikan yang Islami. Khususnya pada kaum remaja-remaja yang sedang mengalami transisi. Lihatlah fenomena-fenomena yang real terjadi saat ini bangku-bangku warung kopi lebih penuh dibandingkan dengan shaf shalat berjamaah di Masjid terutama saat pertandingan bola berlangsung. Kemudian berapa banyak pasangan muda-mudi yang dengan terang-terangan berduaan di pinggiran jalan baik malam mauapun sore hari. Sangat miris jika ini terus dibiarkan. Inikah cerminan Syari’at Islam yang sebenarnya?
Pendidikan di Aceh memang harus benar-benar berbenah dimulai dari pendidikan yang formal maupun non-formalnya. Semua harus di sesuaikan dengan keadaan yang telah menjadi label kedaerahan yakni Syari’at Islam. Aceh adalah serambi mekkah maka harus benar-benar menjadi teladan bagi siapa saja yang menapaki Aceh. Sehingga, setiap turis lokal maupun asing yang datang punya cerita kebaikan tentang Aceh khususnya dunia pendidikan yag bernuansa Islamiah.
SOLUSI YANG DITAWARKAN
Yang pertama sekali yang harus di lakukan yakni “kembalikan ibu-ibu ke rumah”. Ya, sesuai wacana di atas yang mengidentifikasi bahwa banyak ibu yang sudah mulai bekerja di luar sehingga tidak lagi peduli dengan anaknya. Maka ia harus di kembalikan pada kodratnya sehingga dapat memberikan perhatian penuh terhadap perkembangan anak-anaknya.
Yang kedua yakni, membentuk karakter guru yang benar-benar bertanggung jawab dan berdedikasih pada profesinya terhadap dunai pendidikan. Pembentukan itu dilakukan bukan saat sudah menjadi guru dengan mengikuti sertifikasi. Tetapi, sudah harus benar-benar dibentuk saat ia masih mengenyam pendidikan di fakultas keguruan yang bersangkutan sehingga menghasilkan lulusan guru yang benar-benar profesional dan mampu mendidik dengan baik. Karena guru sangat berpengaruh penting bagi kemajuan suatu bangsa semua berawal dari guru. Seperti yang di ungkapkan pemimpin Jepang saat Bom Atom diledakan oleh tentara sekutu. Maka hal yang pertama ditanyakan oleh pemimping Jepang saat itu “berapa guru yang tinggal?”. Ini membuktikan bahwa peran guru sangat penting untuk memajukan suatu bangsa yang bermartabat.
Yang ketiga, mengoptimalkan peran ulama Aceh sebagai kontrol sosial bagi kehidupan. Serta membangkitkan sekolah-sekolah yang bertajuk islam, tempat-tempat pengajian seperti dayah-dayah yang ada d Aceh.
Yang terakhir ke empat yakni, adalah peran pemerintah. Pemerintah Aceh sendiri harus benar-benar tangguh dalam mengolah daerah Aceh. Membuat masyarakatnya benar-benar yakin bahwa kinerjanya dapat dijalankan dengan baik sehingga tidak memunculkan ketidak puasan dari masyarakat. Dan tidak menimbulkan krisis kepercayaan pada pemerintah. Maka yang harus dilakuakn pemerintah Aceh di dunia pendidikan yakni mengoptimalkan pendidikan yang bermutu dan kuat akan nilai keislamannya. Bukannya program-program pembangunan daerah yang terkadang tidak tepat guna serta masalah bendera dan lambang saja yang diributkan. Tetapi dunia pendidikan sangat butuh perhatian khusus. Pemerintah Aceh harus dapat menerapkan pendidikan yang bernuansa islam bukan dari segi atribut saja melainkan semua sistem pendidikan yang ditetapkan. Kerana Islam itu indah. Tetapi terkadang kita yang tidak mengindahkannya.
WASSALAM…
TERIMA KASIH!
SALAM SUKSES….
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: MENCIPTAKAN PENDIDIKAN YANG ISLAMIYAH
Diposkan oleh Unknown
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://suhermannote.blogspot.com/2013/07/menciptakan-pendidikan-yang-islamiyah.html. Terima kasih sudah mengunjungi dan membaca artikel ini.Diposkan oleh Unknown
0 comments:
Post a Comment